Rabu, 20 Januari 2010

GNOSTIK YANG MIRIP-MIRIP INJIL

Mula-mula istilah Injil (gospel, “kabar baik”) bukan hanya merupakan sebuah istilah Kristen, tetapi juga istilah yang sudah dipakai di dunia Yunani-Roma (Greco-Roman) sebelum Injil-injil kanonik dituliskan. Karena dunia purba tidak memiliki pasar bebas, berbagai pemberian kepada masyarakat dari orang-orang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi merupakan sesuatu yang mewarnai perputaran roda kehidupan dan perdagangan dalam masyarakat. Para kaisar disanjung karena perbuatan baik mereka yang dermawan dan karena kemenangan-kemenangan mereka dalam peperangan. “Injil” merupakan kabar baik mengenai berbagai tindakan yang dilakukan atas nama kaisar (atau orang kaya lainnya). Jadi para dermawan dipuji bukan karena ucapan-ucapan mereka yang filosofis atau bijaksana.

Ketika orang-orang Kristen mula-mula menggunakan istilah injil, yang ada dipikiran mereka adalah kabar baik tentang apa yang telah Yesus lakukan, termasuk tentang beberapa pengajaran-Nya. Misalnya, Injil terawal, Markus, kebanyakan berisi tindakan berfokus pada perbuatan Yesus.
Literatur Gnostik paling mirip dengan Injil Yohanes, karena berisi pemaparan-pemaparan dan dialog yang luas. Injil selanjutnya yang paling mirip dengan literatur Gnostik adalah Matius karena memiliki lebih dari lima blok materi pengajaran dan bukan kebetulan jika dua Injil Alkitab yang paling sering dikutip dalam literatur Gnostik adalah Yohanes dan Matius, persisnya karena injil-injil itu lebih sering berisi tentang pengajaran-pengajaran Yesus.
Para pengkhotbah terawal dan injil-injil terawal, yang adalah injil-injil Alkitab, setuju bahwa agar sesuatu bisa sungguh-sungguh menjadi berita baik, ia harus memasukkan hal-hal yang telah dicapai oleh Yesus bagi orang lain, khususnya kematian dan kebangkitan-Nya.
Dengan demikian apa yang disebut Injil Thomas, Injil Filipus, Injil Maria sama sekali tak layak disebut Injil karena lebih mementingkan topik pengajaran, bukannya perbuatan-perbuatan Kristus.
Gnostik mencela ritual-ritual Yahudi seperti penyunatan. Dalam gnostik, setiap keadaan di mana Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai sosok yang mesianik bagi orang Yahudi hilang sebagaimana juga hilangnya ajaran tentang akhir zaman pada umumnya. Artinya banyak karakter Yesus yang tidak diungkap dalam gnostik.
Kitab PB memiliki orientasi yang pasti menuju masa depan dan penebusan pasti menuju masa depan dan penebusan akhir. Literatur gnostik memiliki karakter yang mengubah dan mengeliminasi orientasi eskatologi dari pengajaran Yesus ini dan menggantinya dengan spekulasi tentang dunia-dunia yang lain, lapisan-lapisan waktu yang ribuan tahun, jiwa yang pre-eksistensi.
Dalam pandangan gnostik, eksistensi tubuh yang berjender merupakan hal yang tidak baik, sehingga kepriaan dan keperempuanan harus dibatasi. Penyatuan pria dan wanita menjadi satu pribadi mengembalikan kondisi androgini ideal tersebut kepada panganuts gnostik. Ini sangatlah berbeda dengan apa yang kita temukan dalam Markus 10 dimana keberadaan jender dianggap sebagai kemauan orisinil dari Allah dan persatuan dua jenis kelamin tidak meniadakan berbagai perbedaan jender di antara keduanya, tetapi sebaliknya membuka peluang untuk suatu ekspresi yang total, yaitu dua orang yang berlawan jender saling sepakat untuk berpartisipasi dan berbagi satu persatuan  daging yang direstui Allah, namun mereka tetap menjadi pria dan wanita.
Materi gnostik sangat samar-samar sehingga kita tak pernah benar-benar dalam kata-kata bijak ini kita agaknnya menemukan gagasan bukan saja akhirnya akan menjadi seperti awalnya (kembali ke taman), tetapi sebaliknya mereka yang memahami bahwa mereka berasal dari terang (jadi memiliki terang di dalam diri mereka) telah memiliki hidup kekal. Jadi, ini bukan masalah diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman atau masalah menunggu dengan setia kedatangan keselamatan dengan sepenuhnya pada saat kebangkitan. Tidak, gnostik telah memiliki hidup kekal dari awalnya.
Menurut sebagian besar gnostik, bahwa orang-orang pilihan sebenarnya bukanlah bagian dari ras Adam yang telah jatuh dalam dosa, tetapi dari sebuah asal yang berbeda. Kadang-kadang literatur gnostik mengklaim bahwa orang-orang yang tercerahkan berasal dari ras Set. Namun, bagi literatur gnostik lainnya, “orang dalam” (inner self)-imaji sejati dan imaji abadi di dalam cangkang luar yang telah terjatuh dalam dosa itu-adalah yang penting. Turunan jasmani dari Adam atau Set merupakan hal yang tidak relevan. Hanya yang pre-eksisten saja, yaitu diri pribadi yang spiritual itulah yang penting.
Sumber :


MENJAWAB THE Da Vinci Code
Ben Witherington III
Gradien Books 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar