Kamis, 21 Januari 2010

LUBANG JARUM (Bagian I)

“Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mrk. 10:25/Mat 19:24/Luk. 18:25).

Jenis khotbah ini adalah gaya bicara bahasa hiperbola. Kata Yunani untuk unta adalah kamelos, sedangkan kata Yunani yang agak mirip bunyinya adalah kamilos, yang berarti “rantai pada kapal”.

Pertanyaannya, apa maksud dari ayat di atas? Apakah Yesus mau mengatakan bahwa “lebih mudah memasukkan rantai kapal ke lubang jarum dari pada orang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah”, atau ada maksud lain?

Ungkapan tersebut memang masuk akal, tetapi dalam ayat di atas jelas-jelas dipakai kata kamelos dan bukan kamilosi. Karena itu kita perlu mengerti lebih dahulu apa yang dimaksud dengan lubang jarum dalam perkata Yesus itu?
Lubang jarum yang dimaksud bukan lubang jarum jahit. Berdasarkan sejarah Timur-Tengah, termasuk Israel, lubang jarum yang dimaksud adalah pintu kecil dan sempit di samping pintu gerbang utama kota Yerusalem atau kota-kota di daerah Timur Tengah.

Biasanya pintu kecil itu baru difungsikan setelah pintu gerbang utama atau pintu gerbang besar ditutup. Jika demikian, maka orang yang mengendarai unta yang mau masuk kota harus turun dan masuk melalui pintu kecil dan sempit itu dengan jalan kaki. Sebab tidak mungkin seekor unta yang tinggi, besar dan berbeban berat dapat masuk ke pintu yang pendek, kecil dan sempit.

Seandainya unta tersebut dipaksakan untuk masuk melalui pintu kecil itu, maka yang terjadi bisa saja si unta akan terperangkap di tengah dan tidak bisa maju atau mundur alias terjepit di tengah-tengah. Biasanya memang tidak mungkin seekor unta dapat melewati pintu kecil dan sempit, yang dikenal dengan lubang jarum itu. Lalu bagaimana agar bisa masuk, unta itu berarti harus menunggu sampai pintu gerbang kota yang tinggi dan besar dibuka.

Kembali pada konteks, pada Mar. 10:17 terlihat gambaran bahwa orang muda itu tampaknya begitu terpikat pada Yesus sehingga dengan hormat memanggil “Guru yang baik”.

Pada masa itu Yesus memang biasa disapa sebagai guru yang searti dengan rabi-nya orang Yahudi. Hanya saja ada tambahan gelar “yang baik”. Dalam Perjanjian Lama dan Yudaisme, kata “yang baik” hanya diperuntukkan bagi Allah saja. Oleh karena itu Yesus langsung mengarahkan perhatian pemuda kaya itu, karena secara tidak langsung orang muda itu mengatakan bahwa Yesus adalah Allah dan memang sesungguhnya Yesus itu adalah Allah sendiri, yang adalah satu-satunya sumber kebaikan.

Sebagai pelaksana misi Allah, Yesus mengingatkan ajaran PL bahwa orang yang berpegang dan menuruti perintah-perintah-Nya akan hidup (Ul. 30:15-20). Bila dilaksanakan, perintah-perintah Allah akan menuntun orang ke hidup yang kekal. Perintah-perintah itu dikutip Yesus dari Degalog (Kel. 20:12-16; Ul. 5:16-20) yang berfokus pada relasi antar sesama.

Di ayat selanjutnya dari Mar. 10 kita ketahui bahwa pemuda itu sudah mengikuti perintah-perintah Allah yang saat itu malah menjadi norma hidup. Ketaatan pemudah itu ternyata hanya dipermukaan saja dan demi kesalehan pribadi tanpa rasa kasih kepada Allah. Pemuda itu kurang memperhatikan dan tidak mempraktekkan unsur-unsur sosoial dalam perinhta-perintah Allah. Karena itu Yesus menunjukkan satu kekurangan dari dirinya, yakni ketidaksiap-sediaannya untuk menyangkal diri dan mengikuti-Nya.

Perintah Yesus agar pemuda itu menjual hartanya dan membagikannya kepada orang miskin bukan berarti Yesus anti kekayaan dan bukan berarti Yesus memandang kekayaan itu sebagai sesuatu yang jahat. Bukan seperti itu. Jangan pula kita memandang bahwa tuntutan Yesus tersebut berlaku bagi semua orang. Tapi Tuhan melihat bahwa kekayaan yang dimiliki pemuda itu justru menjadi halangan bagi pemuda itu untuk melaksanakan perintah Tuhan, yakni kesediaan kita untuk mengorbankan segala sesuatu yang berharga. Bahkan yang paling berharga dari diri kita untuk kemuliaan nama Tuhan dan ini tidak hanya ditujukan pada orang kaya saja tapi juga pada orang miskin (ingat kisah janda miskin yang memberikan persembahan dua peser).

Tuntutan Yesus agar pemuda itu menjual hartanya dan membagikannya kepada orang miskin ternyata ditolak oleh pemuda itu. Ini berseberangan dengan pernyataan pemuda itu bahwa Yesus adalah "Yang baik" atau Allah itu sendiri, yang berarti Allah sendiri yang memberikan perintah kepada pemuda itu. Ini menandakan bahwa pemuda itu lebih mencintai hartanya daripada mengikuti Yesus untuk memperoleh hidup kekal. Arti sederhananya, hati pemuda itu ada pada hartanya. I Tim. 6:10, “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar