Kamis, 23 September 2010

GEREJA YANG SEHAT


By: Hikman Sirait

Sudah menjadi rahasia umum kalau berdirinya gereja belakangan ini seperti jamur yang tumbuh di musim hujan. Pertumbuhan gereja dari sisi building (bangunan) harus diakui sangat pesat bak meteor yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Bahkan dalam satu kelurahan saja bisa terdapat puluhan bahkan ratusan gereja. Ini fenomena.
Pembukaan tempat-tempat ibadah yang baru patut diacungi jempol, karena salah satu tujuannya adalah memudahkan orang-orang Kristen melakukan persekutuan yang manis dengan saudara seiman lainnya dalam rangka memuliakan Allah.
Tetapi ada sesuatu yang menggelitik hati nurani dengan fenomena “menjamurnya” gereja-gereja atau cabang-cabang baru tersebut. Apakah “pertumbuhan” gereja dari sisi building diikuti juga dengan pertumbuhan jemaat baik dari sisi kuantitas (jumlah) maupun kualitas?

Beberapa Pendeta gembala mungkin mengatakan, “Iya, terjadi pertumbuhan jemaat dari sisi kuantitas di gereja kami”. Anehnya, para Pendeta gembala/gereja tersebut tidak memiliki data yang lengkap tentang jemaatnya? Jadi dalam benak para pendeta gembala, tolok ukur pertumbuhan gereja hanya dilihat pada saat ibadah di hari Minggu.
Ketika jumlah jemaat yang hadir pada ibadah hari Minggu cukup banyak, maka gereja dianggap mengalami pertumbuhan. Tidak peduli apakah itu “domba-domba” yang sekedar “numpang makan” alias hanya sekedar mampir atau “domba-domba” dari gereja lain yang hadir karena diiming-imingi fasilitas tertentu, atau “domba-domba yang senang berpetualang dari satu gereja ke gereja lainnya. Pokoknya, siapapun yang hadir beribadah hari Minggu dianggap sebagai jemaatnya.
Di sisi lain, seringkali terdengar suara Pendeta gembala dari gereja-gereja kecil yang “menangis” dan “menjerit” karena jemaatnya berpindah ke gereja lain yang kondisinya jauh lebih lengkap, baik dari alat musik, kursi yang empuk, multimedia hingga ruangan yang berpendingin (AC), maupun diiming-imingi fasilitas lainnya.
Dalam tulisan ini, para Pendeta gembala diingatkan kembali akan tugas yang diberikan Allah kepada gereja-Nya. Tugas yang dimaksud adalah Persekutuan (Koinonia), kesaksian (marturia), dan pelayanan (diakonia). So, gereja yang melakukan ketiga tugas inilah yang bisa disebut sebagai gereja yang “sehat”.
Dr. Eka Darmaputra dalam buku, “Pergulatan Kahadiran Kristen di Indonesia”, jelas sekali menyatakan kesaksian (marturia) itu adalah memberitakan Kabar Baik dalam Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus agar terjadi pertobatan dan pembaharuan.
Pemberitaan Kabar Baik atau Pekabaran Injil atau Penginjilan itu merupakan bagian dari Amanat Agung yang tertulis di Matius 28:19 “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.
Jadi gereja seharusnya tidak hanya berkutat pada tugas persekutuan (koinonia) dan pelayanan (diakonia), misalnnya dengan mendirikan atau membuka gereja-gereja baru maupun cabang-cabang baru. Tapi gereja harus melakukan penginjilan. Tidak ada yang salah dengan membuka gereja-gereja atau cabang-cabang baru. Hanya saja, seringkali pembukaan gereja-gereja atau cabang-cabang gereja baru dilakukan tanpa perhitungan yang matang, sehingga di belakang hari justru menimbulkan masalah baru dan membebani gereja itu sendiri. Banyak gereja atau cabang baru yang dibuka, tetapi tak sedikit yang tutup kembali karena tak kuat menanggung biaya operasional yang terlalu besar sementara pemasukkannya sedikit, alias jemaatnya minim.
 Memang ada gereja yang memiliki jumlah jemaat yang cukup besar, tapi kondisinya bisa dibilang menyedihkan, karena gereja tersebut melupakan satu tugas penting, yakni kesaksian (marturia). Yang paling mengejutkan, ternyata ada gereja yang tidak pernah melakukan tugas kesaksian ini dengan berbagai alasan tersendiri. Ada gereja yang memiliki program untuk melakukan tugas kesaksian tetapi hanya sebatas pada program dan rencana, tidak ada realisasi, jadi hanya omdo (omong doang). Ada juga yang melakukan tugas kesaksian ini namun hanya sekali-sekali, itupun dengan sumber daya yang dibatasi. Ada yang melakukan tugas kesaksian sebatas ikut-ikutan saja karena tak mau kalah dengan gereja lain.
Sudah saatnya sekarang para Pendeta gembala menggerakkan gereja dengan segala sumber dayanya untuk melakukan tugas kesaksian atau tugas penginjilan. Kata “menggerakkan gereja” ini menunjukkan bahwa Pendeta gembala harus bisa memacu semua potensi yang ada di gereja, termasuk jemaat untuk melakukan Pekabaran Injil. Jadi tugas kesaksian ini tidak hanya kewajiban para Pendeta gembala maupun para pengerja di gereja saja, tapi juga juga kewajiban jemaat.
Para Pendeta gembala sudah seharusnya menyampaikan dan menggaungkan serta memotivasi jemaat terus menerus bahwa Amanat Agung merupakan tugas bersama, yakni tugas orang-orang Kristen. Tugas kesaksian yang dikerjakan secara bersama-sama tentunya bisa memberikan hasil yang terbaik (maksimal) ketimbang dilakukan segelintir orang. Adakanlah seminar-seminar tentang penginjilan, bukalah pelatihan-pelatihan agar jemaat mengerti bagaimana cara penginjilan yang baik, efektif dan efisien.
Saya sangat yakin bahwa sebenarnya jemaat memiliki kerinduan yang menggebu-gebu untuk melakukan tugas kesaksian. Jemaat juga ingin dilibatkan dalam tugas merebut jiwa-jiwa yang terhilang untuk dibawa kepada Allah Yang Maha Tinggi. Satu hal yang harus selalu kita ingat sebagai orang-orang Kristen, bahwa kita semua "berhutang nyawa" kepada Kristus.
Dengan kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya, maka kita sekarang beroleh keselamatan. Tapi masih banyak orang-orang di luar sana yang belum mengenal dan belum menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Entah itu keluarga kita, entah itu teman kita, entah itu tetangga kita, atau bisa juga orang-orang yang tidak kita kenal sebelumnya. So, tugas kitalah untuk menyampaikan Injil kepada mereka semua.  Alangkah egoisnya kita, jika kita tidak mempunyai suatu kerinduan agar orang lain juga menerima anugrah keselamatan dari Allah.
Sekali lagi, tugas gereja, termasuk seluruh elemen di dalamnya adalah menyampaikan Kabar Baik (Injil), sisanya serahkan kepada Allah. Artinya soal pertobatan seseorang itu bagiannya Allah, bukan bagian saya dan saudara. Soal apakah orang petobat baru itu nantinya beribadah ke gereja saudara atau tidak, serahkan itu pada mekanisme Allah. Kalau dalam penginjilan di dapat petobat-petobat baru (itu pasti), selanjutnya tugas gereja dan seluruh elemen didalamnya adalah membimbing dan mengarahkan, termasuk menuntun petobat baru itu ke suatu gereja terdekat agar imannya bisa terus bertumbuh. Syukur-syukur petobat baru itu bisa beribadah di gereja saudara. Tapi jangan menjadi kecewa jika ada petobat baru yang tidak beribadah di gereja saudara, ingatlah akan firman Allah dalam I Korintus  3:6 ,  “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan”.
Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, gereja yang melakukan tugas kesaksian dipastikan mengalami pertumbuhan jemaat, baik secara kualitas maupun kuantitas (jumlah).  Gereja yang melakukan tugas kesaksian pasti memiliki jemaat dengan tingkat kerohanian bisa dibilang dewasa dan mereka pasti menjadi jemaat-jemat yang loyal. Kedepannya, gereja yang melakukan tugas kesaksian-lah yang akan berdiri tegar dan tetap bertumbuh meski ada hujan badai menerjang.
Sudahkah saudara menginjili seseorang? Selamat berjuang. Salam hormat bagi para Pendeta gembala yang mendidik jemaat untuk melakukan tugas kesaksian.

2 komentar:

  1. keren pak. jika ada kesempatan, saya akan posting juga artikel-artikel saya. Topik tentang mitos atau musik pak. GBU

    BalasHapus
  2. Oke Bro...mulai giat menulis...mungpung menulis gratis dan bisa memberkati banyak jiwa....

    BalasHapus