Jumat, 10 Desember 2010

AGAPE atau PHILEA? (2)

2.         Respon Petrus Philo
Masih di ayat ke-15 dan ke-16, sekarang kita melihat bagaimana respon Petrus, atas pertanyaan yang diajukan Tuhan Yesus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau agapas (Yunani=αγαπας=mengasihi) Aku…”. Maka jawaban Petrus adalah "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”
Apakah jawaban “mengasihi” yang disampaikan Petrus merupakan kata yang sama dengan yang dimaksud Tuhan Yesus? Jawabannya adalah tidak. Kata yang digunakan Petrus dalam bahasa Yunani-nya adalah φιλω (philo).
Coba kita masukkan kata ini dalam bagian ayat yang dimaksud, menjadi "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku Philo Engkau.” Jelas sekali jawaban yang disampaikan Petrus kontradiktif dengan apa yang dimaksud Tuhan Yesus.
Kembali lagi ada pertanyaan yang muncul dibenak kita atas respon Petrus. Apakah Petrus tidak mengerti apa yang disampaikan Tuhan Yesus? Atau Petrus menganggap kedua bentuk kata kasih itu memiliki arti yang sama? Ataukah jawaban yang disampaikan Petrus mengandung makna tersendiri?
Pada saat Petrus berkata, “Engkau tahu,…”, ini bisa saja menjadi suatu pernyataan bahwa melalui perjalanan mereka selama ini, dari awalnya dan sampai ketika topik itu diperbincangkan, Tuhan Yesus sudah mengetahui bahwa Petrus mengasihi-Nya. Di dalam pernyataan Petrus itu juga menyiratkan pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan dan Dia mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam hati manusia, termasuk hati Petrus.
Namun di sini, Petrus mengatakan Philo yang merupakan kata kerja present acitve indicative orang pertama tunggal dari Philea. Kata ini menggambarkan kasih yang akrab dan berbicara mengenai kasih tingkat tertinggi dari persahabatan. Hanya saja karena kasih ini berada di tingkat manusia, maka Philea dapat hilang ketika persahabatan itu dilanda kesulitan dan itulah yang terjadi pada Petrus.
Jadi, apakah Petrus ingin menyampaikan pesan kepada Tuhan Yesus, bahwa dirinya saat itu benar-benar mengasihi Kristus tetapi masih pada tingkat kasih yang akrab, pada tingkat kasih persahabatan, itupun tingkat kasih persahabatan manusia, yang kualitasnya mudah diombang-ambingkan badai kehidupan.

3.         Phileis vs Phileis
Setelah dua kali Petrus meresponi agapas dengan philo, maka untuk ketiga kalinya Tuhan Yesus menanyakan, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?". Namun pada pernyataan ketiga ini, Tuhan Yesus tidak lagi menggunakan kata agapas, melainkan meng-gunakan kata kerja present active indicative orang kedua tunggal, yakni phileis yang akar katanya adalah phileo. Petrus-pun memberi respon yang sama seperti pada ayat ke-15 dan ke-16, “Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau”, dengan kata kerja philo.
Ada sesuatu yang menarik pada pernyataan ketiga, yakni mengapa Tuhan Yesus untuk pertanyaan yang ketiga menggunakan kata phileis? Bukannya kata agapas lagi?  Apakah arti kata tersebut jika yang memperkatakan Tuhan Yesus memiliki makna yang berbeda atau bagaimana?
Untuk yang tidak terhitung Allah membuat saya terkagum-kagum karena makna yang terkandung di dalam pernyataan Tuhan Yesus yang ketiga ini begitu sarat pesan Ilahi dan mengandung prinsip kemanusiaan yang sangat tinggi.
Tuhan Yesus sangat memahami situasi batin Petrus pasca penyaliban diri-Nya, dan situasi batin tersebutlah yang membuat Petrus tidak bisa memberikan respon agape. Pada ayat ke-15 dan ke-16 Petrus berkata philo karena ia tidak menyadari bahwa sesungguhnya Allah telah memberikan pengampunan yang lunas dengan darah Tuhan Yesus Kristus di kayu salib. Petrus tidak insaf bahwa kematian Kristus menjadi tonggak keselamatan umat manusia dari kematian kekal. Petrus belum memahami bahwa kematian Tuhan Yesus saat itu menjadi sejarah pembaharuan peradaban manusia.
Sampai pada akhirnya Tuhan Yesus menggunakan kata phileis, yakni kasih tingkat tertinggi dari persahabatan. Bila kasih tingkat tertinggi dari persahabatan oleh sesama manusia bisa pudar ketika suatu saat terjadi kesulitan. Namun ketika Tuhan Yesus yang menyampaikan itu, maka kasih tingkat tertinggi dari persahabatan ini masuk ke level yang sempurna.
Kasih persahabatan yang dimaksud Tuhan Yesus di sini adalah kasih persahabatan sejati, di mana kasih persahabatan itu tetap bersinar, baik dalam suasana suka maupun duka, baik suasana hati lagi bagus atau lagi buruk, baik itu dalam susah maupun senang. Kasih persahabatan Tuhan Yesus ini adalah kasih yang tetap setia, yang ikut bersama-sama merasakan apa yang dirasakan salah satunya, kasih yang tidak menyalahkan orang lain, kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, dan lain-lainnya.
Dengan demikian, bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kasih agape dan kasih phileo yang dimaksud Tuhan Yesus dalam Yohanes 21:15-17 memiliki kandungan makna yang sama, tidak ada bedanya. Karena keduanya disampaikan oleh Tuhan Yesus, maka kasih itu adalah kasih Kristus, kasih Sang Penebus. Jadi kita manusia mengasihi, maka pandanglah kasih dari sudut pandang Kristus.
Sekarang kita mencoba menyelami maksud dari penulis kitab Yohanes, mengapa Petrus hanya meresponi kasih Tuhan Yesus dengan kasih persahabatan. Bahkan ketika Tuhan Yesus menanyakan untuk ketiga kalinya, Petrus merasa sedih hatinya.
17“…Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau."…”
Melalui ayat ke-15, 16, dan ke-17, apakah penulis kitab Yohanes ingin menyampaikan secara tersirat bahwa secara psikologis, Petrus saat itu menganggap dirinya tidak layak mengasihi Allah seperti yang diserukan atau diinginkan Tuhan Yesus, karena Petrus masih dibayang-bayangi kejadian masa lalu di mana dirinya pernah menyangkal Tuhan Yesus sebanyak tiga kali? Ataukah Petrus merasa dirinya adalah orang yang tidak setia karena meninggalkan Tuhan Yesus ketika Mesias dalam “kesulitan” besar? Ataukah Petrus belum bisa bangkit dari keterpurukan rohaninya, karena menganggap dirinya sebagai pemimpin kelompok ternyata bukan seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan bukan seorang pemimpin yang bisa diandalkan untuk menyatukan para murid, apalagi menyatukan orang-orang percaya? Ataukah Petrus merasa dirinya tidak bisa mengikuti teladan Tuhan Yesus dan merasa tidak mampu melanjutkan misi Tuhan Yesus? Atau kondisinya Petrus merasa pertanyaan Tuhan Yesus sebagai suatu sindiran terhadap dirinya. Inilah yang menjadi pergulatan batin Petrus.
Sebagai penutup, kitab Yohanes ini ingin menyampaikan pesan bahwa Allah merindukan Petrus memberikan kasihnya kepada Allah dengan segenap hati, dan dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi, dan dengan segenap kekuatan (Markus 12:30). 

Bagaimana dengan saudara sendiri? Ada pilihan diantara kedua kasih itu, namun kedua-duanya merupakan kasih dari “kacamata” Allah. Dan kedua-duanya memiliki makna yang sama.


By: Hikman Sirait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar