Kamis, 02 Desember 2010

Kuasa Nama Yesus (5a)

                            Yesus Cinta Pertama



Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Ratu Inggris Elisabeth, Chairman (Gubernur) The Federal Reserve Ben Bernanke, Presiden Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono memiliki kekuasaan (power). Tetapi semua kekuasaan yang mereka miliki terbatas. Bahkan sangat-sangat terbatas. Kekuasaan mereka hanya bersifat sementara, kekuasaan mereka tidak abadi, kekuasaan mereka hanya berlaku di negara masing-masing.

Sementara Yesus Kristus memiliki kuasa yang tidak terbatas dan tak dibatasi oleh dimensi apapun serta tak lekang oleh waktu. Kuasa yang dimiliki Yesus abadi dan tidak berubah dari dahulu, sekarang sampai selama-lamanya.
Semua kuasa, baik yang ada di langit, di atas bumi dan di bawah bumi tunduk dan bertekuk lutut di dalam nama Yesus. Dalam Yesus selalu ada mujizat setiap saat.

Dengan demikian, menjadi hal yang sangat menggelikan ketika saya dan saudara sebagai orang beriman ternyata lebih menghargai/lebih menghormati kekuasaan manusia dibandingkan Tuhan Yesus. Tulisan ini bukan dimaksud untuk menuduh atau mengkritik, tapi faktanya memang kebanyakan orang Kristen lebih menghargai manusia ketimbang Allah itu sendiri. Banyak orang Kristen lebih menghormati dan tunduk kepada manusia dibandingkan kepada Allah.

Yang satu ini tentu sudah tidak asing lagi bagi saudara. Saat seorang penguasa, entah itu Presiden, Menteri, Gubernur atau pejabat-pejabat tinggi lainnya datang berkunjung ke daerah saudara atau ke rumah saudara, maka sambutan yang diberikan begitu luar biasa, begitu wah, begitu gegap gempita. Malah ada yang sampai histeris dan jatuh pingsan hanya gara-gara bisa melihat wajah idolanya secara langsung atau berjabatan tangan. Ketika orang-orang ”Penting” itu datang atau mereka ada di hadapan saudara, tentu saudara berupaya memberikan yang terbaik untuk sekedar menyenangkan orang-orang yang saudara anggap ”penting” itu.

Tapi sebaliknya, banyak diantara kita yang bersikap dingin-dingin saja terhadap Tuhan Yesus, tak ada perasaan yang meluap-luap, tak ada sorak-sorai menyambut kehadiran-Nya, tak ada perasaan rindu yang menggebu-gebu untuk bertemu dengan-Nya, tak ada yang histeris. Bahkan seringkali sikap kita seakan-akan memberi ”perintah” agar Tuhan Yesus yang mencari kita, bukan kita yang mencari pribadi-Nya. Seakan-akan Dia yang butuh kita, bukan kita yang butuh Tuhan. Seakan-akan Yesus yang menjadi hamba, bukan kita yang sebagai hamba.


by: Hikman Sirait 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar